Eni dan kawan-kawannya terlihat sibuk di balik meja yang penuh berbagai benda berwarna-warni. Acara Simulasi Pembukaan Kembali Wisata Alam Taman Nasional Way Kambas (TNWK) pada 18 Januari 2021, menjadi salah satu kesempatan bagi mereka untuk mempromosikan barang-barang kerajinan usahanya.
Eni merupakan salah satu anggota kelompok Rajut Savana, sebuah kelompok usaha wanita di Desa Brajaharjosari, Lampung Timur.
Ia mengatakan pemberian nama kelompok tersebut lantaran ada ekosistem khas di desanya. “Kan, di Brajaharjosari ada savana, jadi dinamakan Rajut Savana,” ujarnya.
Wanita dengan logat Jawa yang kental tersebut menuturkan bahwa kelompok tersebut mulai dibentuk pada Oktober 2018, ketika Yayasan PILI berkegiatan di kawasan TNWK.
Eni berkisah, sebelum dibentuk kelompok, kegiatan merajut sudah dilakukan oleh beberapa ibu rumah tangga di Desa Brajaharjosari. Namun kegiatan tersebut masih berupa kegiatan individu.
Perihal soal bagaimana dirinya dan teman-temannya mau bergabung dengan kelompok usaha, ia mengatakan langsung menyambut baik pembentukan kelompok tersebut tanpa perasaan ragu.
“Nggak ada perasaan ragu. Namanya orang pasti ingin maju. Kalau perseorangan, kan, punya pribadi, sendiri-sendiri,” kata Eni.
Eni mengaku awalnya tidak bisa merajut sama sekali. Bermodalkan arahan dari rekan satu kelompok dan memanfaatkan video tutorial dari media sosial, kini ia sudah bisa membuat bermacam-macam benda rajutan. Ia mengatakan butuh waktu belajar sekitar satu bulan hingga akhirnya bisa merajut dengan rapi dan cepat.
Kelompok Rajut Savana biasanya berkumpul dua hari dalam seminggu. Seperti arisan, kelompok tersebut memanfaatkan rumah kelima anggotanya untuk berkegiatan secara berganti-gantian.
Dalam sehari, rata-rata seorang anggota bisa menyelesaikan tiga buah rajutan berukuran kecil. Sedangkan rajutan berukuran besar seperti dompet atau taplak meja diselesaikan dalam waktu 3 hari.
Masalah penghasilan, Eni mengatakan tidak bisa mematok besarannya secara pasti. Sebagai gantinya, ia menjelaskan sistem perputaran uang di kelompok tersebut. Untuk produk yang berukuran besar, biasanya hasil penjualannya akan langsung dibagi menjadi tiga. Satu pertiganya masuk kas, satu pertiga lainnya masuk ke dalam uang modal, dan sisanya masuk ke pembuatnya. Sedangkan untuk barang-barang berukuran kecil, ia mengatakan penghasilannya berkisar 400 ribu per tahun.
Untuk memperlancar kinerjanya, Eni berharap kelompoknya memiliki mesin jahit. Sebab, selama ini, ia dan teman-temannya masih menjahit secara manual untuk bagian tertentu, misalnya risleting pada dompet dan tas jinjing.
Menurut Eni, pemasaran produk hasil rajutannya baru bisa menjangkau lingkup yang kecil. Ia berharap bisa mendapat kesempatan untuk mempelajari strategi pemasaran sehingga bisa menemukan cara penjualan yang efektif dengan jangkauan customer yang luas.
Eni juga berharap ia bersama kelompoknya bisa lebih maju serta finansial kelompoknya menjadi lebih baik.
“Harapannya mudah-mudahan bisa maju terus, dan keuangannya dari penjualan rajutan bisa bertambah,” pungkasnya.