Bisa Ular, Mematikan dan Menyembuhkan

Diperkirakan antara 81.000 hingga 138.000 orang di dunia meninggal karena gigitan ular setiap tahunnya. Bahkan, jumlah yang mengalami amputasi atau cacat permanen akibat gigitan bisa mencapai tiga kali lipat dari angka kematian itu (WHO, 2023).

Gigitan ular berbisa memang bisa sangat mematikan. Efeknya dapat menyebabkan kelumpuhan yang menghentikan pernapasan, gangguan pembekuan darah yang memicu pendarahan fatal, hingga kerusakan ginjal dan jaringan tubuh yang tak bisa dipulihkan. Wajar saja ketakutan terhadap ular menjadi momok yang umum di mana-mana.

Tapi, yang tidak banyak kita ketahui — di balik kengeriannya, bisa ular juga menyimpan potensi sebagai obat masa depan.

Bisa yang Berbeda-beda

Bisa ular adalah campuran kompleks dari protein, asam amino, dan berbagai senyawa lainnya. Kelenjar bisa pada reptil berevolusi dari kelenjar air liur yang bukan hanya untuk melumpuhkan mangsa, tapi juga membantu pencernaan.

Dari 349 spesies ular di Indonesia, hanya 77 di antaranya yang memiliki bisa. Dari 349 spesies ular yang tercatat di Indonesia, hanya 77 di antaranya yang memiliki bisa. Dari jumlah tersebut pun, tidak semua bisa bekerja dengan cara yang sama. Setidaknya ada tiga jenis utama bisa ular:

  • Neurotoksin, menyerang sistem saraf. Bisa ini bekerja dengan melumpuhkan otot dan saraf, dan dalam kasus parah dapat menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan.
  • Hemotoksin, menyerang sistem peredaran darah. Jenis ini merusak jaringan pembuluh darah dan sel darah merah, menyebabkan pendarahan internal dan gagal organ.
  • Miotoksin, menyerang otot. Bisa ini menyebabkan kerusakan jaringan otot secara luas dan menyebar cepat ke organ lain.

Bisa Jadi Obat

Bisa ular mengandung banyak molekul bioaktif yang mampu menyerang sistem saraf, darah, dan jaringan tubuh. Tapi justru dari sifat mematikannya itulah, ilmuwan menemukan peluang untuk menyembuhkan.

Beberapa komponen bisa ular telah dimanfaatkan sebagai bahan dasar pengembangan obat-obatan modern. Salah satunya adalah obat golongan ACE inhibitor, yang berperan menurunkan tekanan darah dan mencegah gagal jantung. Obat ini terinspirasi dari bisa ular berbisa asal Brasil, Bothrops jararaca, dan kini menjadi salah satu terapi jantung paling banyak digunakan di dunia.

Bothrops jararaca | foto milik: Leandro Avelar

Selain itu, senyawa dalam bisa juga tengah dieksplorasi untuk terapi kanker, diabetes, stroke, dan gangguan pembekuan darah. Karena efeknya yang sangat spesifik terhadap sel dan jaringan tertentu, komponen dalam bisa ular dapat digunakan secara presisi untuk menghentikan atau memodifikasi proses biologis yang berperan dalam penyakit kronis.

Dengan kemajuan teknologi dan riset biomedis, ular kini tidak hanya dipandang sebagai simbol bahaya, tetapi juga sebagai hewan yang menyimpan potensi menyelamatkan hidup manusia.

 

Sumber

BBC Earth. (2016). How venoms are shaping medical advances. https://www.bbcearth.com/news/how-venoms-are-shaping-medical-advances

BRIN. (2023). Mengapa jumlah ular di Indonesia banyak? Ini penjelasan peneliti BRIN. https://www.brin.go.id/news/110275/mengapa-jumlah-ular-di-indonesia-banyak-ini-penjelasan-peneliti-brin

Hutchins, M., Murphy, J. B., & Schlager, N. (Eds.). (2003). Grzimek’s animal life encyclopedia (2nd ed., Vol. 7): Reptiles. Gale Group.

Kordiš, D., & Gubenšek, F. (2024). Snake venoms: Molecular diversity, evolution, and biomedical applications. Toxins, 17(3), 136. https://doi.org/10.3390/toxins17030136

World Health Organization. (2023). Snakebite envenoming. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/snakebite-envenoming

Grzimek, Bernhard. (2004). Grzimek’s animal life encyclopedia. Farmington Hills, MI :Gale,

Scroll to Top