Bekantan merupakan jenis primata endemik Pulau Kalimantan, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Dalam bahasa Inggris, primata ini dikenal dengan nama proboscis monkey yang berarti monyet berbelalai. Hal tersebut merujuk pada ciri khas bekantan yang memiliki bentuk hidung yang besar dan panjang.
Di Indonesia, monyet ini sering juga disebut monyet Belanda. Pulau Kalimantan sendiri, bekantan punya sebutan yang berbeda-beda. Oleh Suku Bakumpai, mereka disebut dengan bakara. Sementara Suku Dayak Ngaju, Kutai, Pasir, dan Tidung menyebut monyet ini sebagai bekagen, bekareng, bengkara, atau bengkada. Dalam bahasa suku Dayak Manyan, bekantan lebih familiar dengan nama paikah. Sementara sebutan-sebutan lain untuk bekantan di Pulau Kalimantan yaitu kahau, pika, dan raseng.
Habitat bekantan berupa hutan riparian termasuk hutan mangrove, rawa gambut, dan hutan rawa air tawar. Spesies ini mengonsumsi hampir semua bagian tumbuhan dengan komposisi lebih dari 50% daun muda, 40% buah, dan sisanya bunga dan biji. Saat musim surut, bekantan sering turun ke tanah untuk mencari serangga.
Warna rambut bekantan didominasi warna coklat kemerahan. Rambut pada bagian ventral dan anggota geraknya berwarna putih keabuan. Sedangkan wajahnya tidak ditumbuhi rambut dan warna kulitnya coklat kemerahan. Bekantan yang masih bayi memiliki wajah biru gelap. Primata dengan nama ilmiah Nasalis larvatus ini termasuk sexually dimorphic, yaitu memiliki perbedaan fisik yang jelas antara jantan dan betina.
Bekantan merupakan hewan yang hidup secara berkelompok. Biasanya satu kelompok terdiri dari 10-30 ekor bekantan yang dipimpin seekor bekantan jantan yang besar dan kuat. Bekantan jantan memiliki ukuran tubuh, hidung, dan gigi taring yang lebih besar daripada betina. Panjang tubuh bekantan jantan sekitar 66-76,2 cm dengan bobot 16-22,5 kg. Sementara bekantan betina memiliki panjang tubuh 53,3-60,9 cm dan bobot 7-11 kg.
Meski fungsi bentuk hidung dari bekantan jantan belum diketahui secara pasti, peneliti menyarankan hal tersebut sebagai tanda dominansi dalam kelompoknya. Hidung pada bekantan jantan dewasa diibaratkan peneliti sebagai terompet yang berfungsi untuk mengeraskan volume ketika mengeluarkan suara saat melakukan agresi atau digunakan sebagai alarm calls pada saat terjadi bahaya yang mengancam dalam kelompoknya.
Bekantan merupakan hewan arboreal atau lebih banyak menghabiskan waktunya di pohon. Untuk bergerak atau berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain, mereka akan melompat, bergantung, atau bergerak dengan keempat anggota tubuhnya. Ekornya yang panjang akan membantu mereka untuk menjaga keseimbangan saat bergerak maupun saat diam beristirahat di atas pohon. Terkadang bekantan akan turun ke lantai pohon untuk alasan tertentu.
Selain hidung yang unik, hal istimewa lainnya dari maskot Dunia Fantasi (Dufan) ini adalah mereka pandai berenang. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki selaput kulit (web) pada jari-jari kaki. Selain membantunya dalam berenang, selaput kulit ini juga memudahkan mereka untuk berjalan pada tanah berlumpur di area mangrove. Menurut IUCN Red List, saat ini status konservasi bekantan termasuk dalam kategori genting (endangered). Mereka juga terdaftar dalam Appendix I dari CITES yang berarti tidak boleh diperdagangkan. Oleh pemerintah Indonesia, bekantan dilindungi dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.
Sumber:
Atmoko, Tri. 2012. Bekantan Kuala Samboja: Bertahan dalam Keterbatasan, Melestarikan Bekantan di Habitat Terisolasi dan Tidak Dilindungi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi.
https://primata.ipb.ac.id/bekantan-nasalis-larvatus/
https://indonesia.go.id/ragam/keanekaragaman-hayati/sosial/bekantan-si-hidung-besar-nan-mempesona/