Nabire, begitulah kabupaten di wilayah ‘leher burung’ Pulau Papua ini disebut.
Bicara sejarah, ada berbagai versi asal-asul kata Nabire menurut suku-suku asli di sana[1]. Menilik cerita suku Wate Asiaina, Nabire berasal dari kata nawi yang berarti jangkrik. Hal ini disebabkan pada zaman dahulu ada banyak jangkrik di wilayah tersebut. Lambat laun kata nawi mengalami perubahan penyebutan menjadi nawire dan akhirnya menjadi Nabire.
Beda lagi versinya dengan cerita suku Yeresiam Gua. Menurut cerita, Nabire berasal dari kata navirei yang artinya daerah yang ditinggalkan. Penyebutan navirei muncul pada saat diadakannya pesta perdamaian ganti daerah antara suku Hegure dan Yerisiam Gua.
Pengucapan navirei berubah menjadi Nabire yang secara resmi dipakai untuk menamai daerah ini oleh bupati pertama, AKBP. Drs. Surojotanojo, SH.
Ada juga yang menyebut Nabire berasal dari kata na wyere yang artinya ‘daerah kehilangan’. Kabarnya, dulu terjadi wabah penyakit yang menyerang penduduk setempat, sehingga banyak yang meninggalkan wilayah ini hingga menjadi sepi.
Kampung Wanggar Pantai, Distrik Yaro, Nabire
Sementara Suku Hegure meyakini Nabire berasal dari kata inambre yang berarti pesisir pantai yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman palem. Setelah ada interaksi dengan suku-suku pendatang, penyebutan inambre berubah menjadi Nabire.
Saat ini, Kabupaten Nabire menjadi bagian administratif Provinsi Papua Tengah.
Mengenai alamnya, wilayah di Timur Indonesia tidak perlu diragukan lagi keindahannya. Langitnya terlihat sangat cantik. Biru berpadu kilauan matahari saat pagi, dan oranye dengan semburat lembayung di sore harinya. Jangan lupakan hamparan pantai dan hutan Nabire yang terbilang asri. Belum lagi kekayaan hayatinya yang menarik untuk dikulik. Nabire menjadi rumah bagi spesies unik, seperti cendrawasih, kakatua raja, dan kanguru-pohon. Tanaman khas seperti masohi dan gaharu juga tumbuh di sana.
Berkat keindahan dan kekayaan alamnya yang mengagumkan, tak berlebihan jika menyebut Nabire sebagai ‘Edin Jardin’ alias taman surgawi di Tanah Papua. Keistimewaan Nabire ini sudah sepantasnya dijaga bersama, salah satunya dengan mengenal kondisi alam seperti flora dan fauna apa saja yang ada.
Baru-baru ini, Yayasan Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) melaksanakan pemantauan biodiversitas di Kabupaten Nabire. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari pemantauan biodiversitas yang telah dilakukan pada 2021, sekaligus tindak lanjut penetapan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di Nabire melalui Surat Keputusan Bupati Nabire Nomor 18 Tahun 2022.
Cendrawasih raja (Cicinnurus regius). Foto: Zulfikri
Xenorhina sp. Foto: Aldio Dwi Putra
Pemantauan biodiversitas ini merupakan kerja sama antara PILI dengan PT Nabire Baru dan PT Sariwana Adi Perkasa (PT NB-SAP), Kelompok Goodhope Asia Holdings, selanjutnya disebut Goodhope.
Perjalanan tim pemantauan biodiversitas dimulai pada 18 Juli 2022. Dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Bandara Douw Aturure, Nabire memakan waktu sekitar delapan jam dengan satu kali transit di Jayapura. Tim kemudian menuju kantor Goodhope, biasa disebut Longhouse/Mess 16, untuk mengikuti opening meeting bersama Senior Manajer Goodhope, Kajees.
Dalam rapat tersebut, tim PILI menjelaskan rencana kegiatan pemantauan biodiversitas selama dua minggu ke depan. “Selama dua minggu ke depan, tim PILI akan melakukan pemantauan pada enam taksa, yaitu mamalia, burung, herpetofauna, ikan, flora, dan lamun. Penambahan dua taksa di tahun ini, yaitu taksa ikan perairan tawar dan juga lamun sebagai bagian dari biota laut. Selain pemantauan biodiversitas, kami juga akan melakukan pemetaan spasial dengan menggunakan drone. Kegiatan dilakukan di Kampung Wanggar Pantai, Distrik Yaro dan Kampung Sima, Distrik Yaur,” jelas Anwar Muzakkir, ketua tim pemantauan biodiversitas. Sementara itu, Kajees meminta tim PILI untuk mengutamakan keselamatan selama berkegiatan, “Safety first,” ujarnya.
Pada 19 Juli 2022, tim melanjutkan perjalanan ke Wanggar Pantai. Perjalanan ke Kampung Wanggar Pantai memerlukan waktu sekitar 40 menit menggunakan mobil. Setibanya di Wanggar Pantai, tim melakukan pertemuan dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Ohire Jaya untuk menentukan pembagian tim. Pemantauan biodiversitas langsung dilakukan sore harinya.
Kegiatan pemantauan biodiversitas
Mengenai medan di Wanggar Pantai, jalan kampung sudah bagus dengan betonisasi. Meski begitu, kondisi jalan menuju hutan-hutan yang menjadi lokasi pemantauan sangat ‘menakjubkan’. Misalnya saja, tim harus melewati titian jembatan dari kayu yang tergenang air. Harus ekstra hati-hati kalau tidak mau terpeleset dan tercebur air. Belum lagi serangan agas, sejenis serangga kecil yang biasanya hidup di tepi perairan seperti hutan mangrove. Ukurannya yang sangat kecil membuat agas dapat menggigit permukaan kulit manusia melalui sela-sela pakaian, sehingga cukup menganggu aktivitas.
Setelah melakukan pemantauan biodiversitas selama satu minggu, tim bergeser ke Kampung Sima pada Senin (25/07) malam. Tim PILI menempuh perjalanan selama dua jam dan tiba di lokasi sekitar pukul 23.15 WIT. Karena keesokan harinya tim akan langsung memulai pemantauan biodiversitas, pertemuan kecil dengan KTH Wagi Lestari dilakukan malam itu juga.
Hampir seperti Wanggar Pantai, jalanan di Kampung Sima pun sudah baik dan beraspal. Perjalanan menuju lokasi pemantauan pun tidak terlalu esktrem. Hanya saja, wilayah ini belum terjangkau sinyal. Dari segi pariwisata, bisa dikatakan Kampung Sima sudah cukup maju. Tiap akhir pekan Pantai Wagi ramai dikunjungi wisatawan lokal dan asing.
Pemantauan biodiversitas ini dilakukan secara partisipatif, tidak hanya oleh tenaga ahli dari PILI, namun juga bersama KTH Ohire Jaya, KTH Wagi Lestari, dan pihak Goodhope.
Sekilas mengenai KTH Ohire Jaya dan Wagi Lestari, kelompok yang masing-masing beranggotakan 10 orang ini dibentuk oleh PILI pada Juni 2022. Sebelumnya, lima anggota dari tiap kelompok ini telah bergabung dengan tim patroli yang juga dibentuk oleh PILI pada 2021.
Selama pemantauan biodiversitas, ada temuan spesies yang baru maupun penting sebagai catatan, seperti Xenorhina sp. yang merupakan genus katak endemik di New Guinea. Sementara spesies menarik dari flora ada masohi (Cryptocarya masoia) yang merupakan spesies endemik Papua.
Tanggal 31 Juli 2022, tim menyudahi pemantauan biodiversitas di Nabire. Kegiatan diakhiri dengan closing meeting bersama Goodhope.
Harapannya, hasil pemantauan biodiversitas ini menjadi langkah awal konservasi hutan berkelanjutan dalam jangka panjang pada areal KEE bersama masyarakat adat sebagai bagian dari strategi pembangunan rendah karbon di Kabupaten Nabire dan upaya untuk menjaga keistimewaan Edin Jardin di Tanah Papua.