Memantau satwa liar di Resort Suoh, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, bukanlah hal yang mudah. Teknologi GPS Collar membantu para konservator melacak pergerakan gajah.
Bentang alam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) telah menjadi rumah bagi gajah sumatera sejak dahulu kala. Di sana, para gajah melangkahkan kaki mengikuti jalur yang mungkin sudah mereka tempuh turun-temurun. Namun, perjalanan yang dulu bebas dan tenang itu kini tak lagi semulus dulu. Perkebunan, ladang, dan pemukiman manusia menggantikan hutan yang biasa mereka jelajahi.
Interaksi negatif antara manusia dan gajah liar masih menjadi tantangan yang tak terhindarkan, terutama di wilayah Resort Suoh. Gajah sumatera, yang merupakan satwa kunci terancam punah, kerap memasuki lahan warga untuk mencari makan. Kedatangan gajah memicu potensi kerugian dan ketegangan. Menyebabkan kerusakan tanaman, hancurnya bangunan, gagal panen, hingga ancaman keselamatan bagi manusia.
Bagi warga, kehadiran gajah sering kali menjadi momok yang menakutkan. Namun, bagi gajah, batas-batas yang dibuat manusia tak ada artinya. Mereka hanya menapaki tanah yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka sejak lama. Justru manusialah yang telah memecah ruang hidup mereka.
Untuk mengatasi interaksi negatif ini, Konsorsium Barisan Selatan yang terdiri dari Yayasan PILI, Yayasan Komunitas Wanita Sumbangsih (YKWS), dan Yayasan Repong Indonesia mengadopsi teknologi GPS Collar, sebuah perangkat berbentuk kalung yang dipasang di leher gajah untuk memantau pergerakan mereka secara real-time.
Kalung Pelacak

GPS Collar adalah perangkat pemantauan yang dipasang di leher gajah untuk merekam pergerakan mereka. Perangkat ini terdiri dari unit pelacak yang terhubung ke satelit, baterai, dan sabuk pengikat yang disesuaikan agar tidak mengganggu aktivitas gajah. Data lokasi yang dikirimkan mencatat posisi gajah secara berkala, sehingga membentuk jejak pergerakan pada peta digital.
Dari informasi ini, tim konservasi di lapangan dapat mengetahui titik-titik jelajah, waktu pergerakan, serta arah yang ditempuh gajah. Data ini menjadi dasar untuk merencanakan langkah pencegahan konflik, seperti mengarahkan gajah menjauh dari permukiman atau menentukan lokasi patroli yang paling efektif. Pusat data di Resort Suoh juga dilengkapi perangkat lunak SMART Patrol untuk mengelola informasi tersebut.
Dampak di Lapangan
Pemasangan GPS Collar pada dua kelompok gajah di Resort Suoh menunjukkan manfaat yang nyata. Tim Satuan Tugas Satwa Liar Lembah Suoh, yang akrab disapa Satgas Lembah Suoh, mencatat pola pergerakan kelompok gajah Jambul/Ramadani pada periode 29 Maret–16 April 2023, dan kelompok gajah Lestari/Bunga pada 20 Mei 2022–16 April 2023. Selama periode proyek, tidak ada laporan pembunuhan gajah liar di wilayah Resort Suoh. Penggunaan mercon untuk mengusir gajah pun menurun, digantikan dengan berbagai upaya inovatif yang tidak menyakiti satwa.
Satgas Lembah Suoh kini cukup mandiri dalam berinteraksi dengan gajah liar. Mereka bahkan mulai menyiapkan dana operasional secara mandiri melalui pengembangan usaha lebah madu klanceng, agar tidak bergantung penuh pada bantuan pihak luar. Resort Suoh juga berhasil menjalin dukungan dari berbagai pihak, membangun jejaring yang siap turun tangan ketika dibutuhkan. Sementara itu, tanaman pakan gajah di Mat Toher terbukti mampu menahan satu kelompok gajah selama kurang lebih satu minggu, dan penanaman di area terbuka menunjukkan efektivitas yang cukup baik dalam mengalihkan pergerakan satwa dari area perjumpaan.
Tantangan Masih Ada
Meski menunjukkan keberhasilan, perjalanan para pelacak gajah ini tetap menghadapi banyak hambatan. Gangguan sinyal satelit, misalnya, sempat memutus data dari salah satu kelompok gajah, menyulitkan pemantauan secara real-time. Tantangan lain datang dari faktor alam, seperti kerusakan tanaman pakan akibat injakan gajah, atau kondisi lahan yang kering. Kebutuhan koordinasi cepat antara pengelola data dan tim lapangan juga merupakan kendala yang harus diselesaikan. Semua ini menjadi pengingat bahwa harmoni antara manusia dan gajah adalah upaya yang terus diperjuangkan, bukan hasil dari suatu alat ajaib bernama GPS Collar.
Pada akhirnya, GPS Collar hanyalah alat yang membantu kita membuat keputusan. Diperlukan komitmen bersama agar tercipta ruang untuk semua. Dengan kebijakan dan tata kelola yang baik, kita bisa melindungi warga dari kerugian, tanpa mengorbankan ruang hidup gajah. Di Suoh, tiap titik pada peta itu bukan hanya sekadar koordinat, melainkan langkah-langkah kecil menuju harmoni yang harus terus diperjuangkan.