Cerita Mantan Pemburu Banting Setir Jadi Ketua Patroli

“Waktu itu pekerjaan apa saja saya lakukan. Kerja buat bangunan, tambang emas, juga masuk hutan buat berburu rusa, babi, apa saja,” kata Lanjar selepas kegiatan pengamatan satwa di hutan sekitar Kampung Wanggar Pantai.

Pria bernama lengkap Lanjar Triguna Darma tersebut sudah tobat jadi pemburu. Kini ia banting setir jadi ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Ohire Jaya di Kampung Wanggar Pantai, Distrik Yaro, Kabupaten Nabire, Papua. Kelompok ini dibentuk pada 2022 untuk memulihkan ekosistem di sekitar Wanggar Pantai. Dua tahun sebelumnya, kelompok ini fokus pada kegiatan patroli dan pemantauan hutan, yang disebut tim Patroli Pemantauan Hutan (PPH) yang beranggotakan lima orang. Baru setelah lingkup kegiatan dan jumlah anggota bertambah, PPH berganti menjadi KTH. Saat ini kegiatan KTH fokus pada patroli dan pemantauan hutan, serta pengembangan pembibitan untuk restorasi hutan.

Lanjar menjadi salah satu warga Wanggar Pantai yang dengan sukarela menjadi bagian dari kelompok tersebut. Padahal di masa lalunya, bisa dibilang ia adalah musuh dalam dunia konservasi— pemburu.  

Pasang Jebakan, Tangkap Buruan

Laki-laki kelahiran 1985 ini mengaku sudah sering menangkap ular saat masih remaja. “Saya dari SMP sudah akrab sama yang namanya ular,” ujarnya. Kegemarannya pada ular berlanjut hingga dewasa. Bukan hanya sekadar dipelihara, ular-ular ini dijadikan atraksi untuk menarik perhatian untuk meramaikan toko yang dikelola istrinya.

Interaksinya dengan satwa liar tidak sebatas pada ular saja. Tahun 2015, ia mulai berburu berbagai jenis tumbuhan maupun hewan, di daratan maupun perairan.

Lanjar bercerita untuk berburu di hutan, ia perlu waktu tiga hari tiga malam. Itupun baru perjalanan untuk mencapai lokasi memasang jerat atau jebakan. Sehingga, butuh sekitar seminggu sampai bisa mendapatkan uang dari hasil buruan. Ia mengatakan tidak banyak memasang jebakan. Cukup pasang lima saja, keesokan harinya juga sudah dapat lima hewan. “Mungkin karena hewan-hewan juga masih banyak saat itu,” katanya.

Sementara ia mulai berburu burung pada 2018 sejak kenal dengan masyarakat dari luar pulau. Setelah sekitar sepekan Lanjar membantu orang-orang luar pulau tersebut dan memahami cara berburu burung, ia memutuskan untuk bersolo karir alias berburu sendiri. Sebagai pemburu dan penjual burung ilegal, ia mengatakan minat burung paruh bengkok di Indonesia, termasuk permintaan dari luar negeri, sangat besar.

“Ketika menganggur, ada masyarakat dari luar pulau yang memasang jaring burung. Saya ikut dia, menawarkan diri untuk membantu cari burung di hutan,” tuturnya. “Saya sudah paham bagaimana harus pasang jaring, terus berburu sendiri. Saya biasanya berburu nuri, perkici, kakatua. Burung-burung paruh bengkok.”

Ketika berburu, Lanjar tidak hanya menargetkan satwa di satu lokasi. Biasanya ia akan mencari lokasi baru ketika hasil buruannya di tempat semula sudah tidak cukup banyak.

‘Tobat’ Berburu Setelah Diajak Jadi Pemandu

Tahun 2020, Lanjar diminta menjadi pemandu untuk menunjukkan lokasi-lokasi pengamatan satwa. Sebagai pemburu, tentu saja ia paham betul tempat-tempat satwa biasa bersarang atau mencari makan. Sejak saat itulah pemikirannya tentang bagaimana cara memanfaatkan sumber daya alam perlahan-lahan berubah.

“Ada satu kalimat dari Pak Iwan (PILI Green Network) yang saya ingat dan saya pikirkan betul,” kenangnya. “Kalau dulu ‘kan saya mikirnya hanya untuk hari ini saja, tidak mikir untuk ke depan. Tapi ketika tim PILI datang, saya mulai mendapat pencerahan. Kalau kita tangkap uangnya untuk hari itu aja, tapi kalau kita rawat (alam), kita jaga dan lindungi (flora dan fauna), mungkin ke depannya ada tamu. Kita antar (wisatawan), kita bisa dapat pemasukan. Hobi saya berburu dan mancing, saya jadikan bisnis juga, saya carikan lokasinya, nanti diantar ke gold spot. Mereka datang, kita dan warga-warga sini pasti dapat penghasilan juga. Daripada kita tangkap, lama-lama habis.”

KTH Ohire Jaya bersiap-siap melakukan pemantauan ekosistem di Wanggar Pantai, Nabire.

Ia bercita-cita bisa menjadikan kampungnya sebagai destinasi wisata alam sehingga tanpa harus berburu, masyarakat bisa mendapatkan penghasilan sebagai pemandu wisata atau menyediakan tempat menginap sehingga lebih berkelanjutan.

“Betul juga sih, misalnya kita lihat lokasi cendrawasih, kemudian kita kirimkan videonya ke tim PILI, nanti bisa bantu promosikan ke luar. Bukan untuk pribadi saja, tapi untuk masyarakat sekitar. Saya punya impian untuk membangun kampung Wanggar Pantai, sebab dari awal saya di sini dari tahun 2010, belum ada perubahan sampai sekarang.”

Sekarang, beberapa orang di Wanggar Pantai sudah berpikir bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak harus dengan berburu. Lanjar mengaku kalau bertemu dengan pemburu, ia hanya berpesan untuk jangan berburu hewan yang dilindungi.

“Kalau ucapan saya didengar syukur, kalau tidak ya sudah. Daripada saya bilang kamu jangan tembak cendrawasih, nanti dia bilang ‘memangnya kamu mau kasih saya makan?’ Kita mau jawab apa? Jadi saya sekarang kalau ketemu orang, juga suka berpesan, daripada kamu tembak cendrawasih, kalau ketemu kamu tandai lokasinya, kita rekam. Daripada ditembak, untungnya hanya untuk hari itu, lebih baik dijaga, dirawat, dilindungi, manfaatnya bisa lebih lama.”

Ia berharap semakin banyak masyarakat Wanggar Pantai yang sadar akan pentingnya menjaga hewan dan tumbuhan sehingga kelestarian alam terjaga dan masyarakat bisa lebih sejahtera.

“Jadi saya menganggap ini sebagai kepercayaan yang diberikan pada saya. Insyaallah saya usahakan sampai lebih berkembang,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top