Sudahkah Kita Mengenal Lamun?

Beberapa waktu lalu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa meresmikan 1 Maret sebagai Hari Lamun Sedunia. Pemerintah Sri Lanka mengusulkan Hari Lamun Sedunia untuk dijadikan agenda resmi ke Majelis Umum PBB. Resolusi tersebut diadopsi melalui konsensus, dan disponsori bersama oleh 24 negara. Lalu, apakah kita sudah mengenal ‘lamun’?

Lamun termasuk tumbuhan berbunga yang dapat tumbuh dalam laut dangkal. Meskipun dalam bahasa Inggris disebut seagrass, nyatanya organisme ini sangat berbeda dengan rumput laut. Sama seperti tumbuhan berpembuluh di darat, lamun memiliki organ akar, batang, dan daun. Inilah yang membuat lamun berbeda dengan rumput laut (seaweed). Lamun merupakan salah satu komponen penyusun pesisir yang berperan penting pada fungsi biologis dan fisik dari lingkungan tersebut.

Wilayah laut yang ditumbuhi hamparan lamun disebut padang lamun (seagrass bed). Padang lamun ini dapat terdiri dari satu spesies (monospesific; banyak terdapat di daerah temperate) atau lebih dari satu spesies (multispecific; banyak terdapat di daerah tropis). Secara umum, tumbuhan lamun memiliki ciri berupa daun yang seperti pita, lidi, atau bulat, memiliki sistem perakaran menjalar, dan memiliki rimpang berbuku-buku yang tumbuh mendatar di dalam sedimen.

Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut.

MANFAAT LAMUN

Lamun berperan sebagai sumber makanan bagi beberapa organisme seperti bulu babi, penyu, duyung, ikan kakatua, dan ikan botana. Bebek dan angsa juga merupakan pemakan lamun ketika laut surut.

Selain itu, hamparan lamun juga berperan sebagai tempat berlindung biota laut. Famili krustasea seperti Echinothambema sp., Katianira sp., dan Onesimoides sp. ditemukan pada rizhoma lamun. Mereka melekat pada bagian dalam dan luar rhizoma untuk berlindung.

Padang lamun juga merupakan daerah asuhan untuk beberapa organisme. Sejumlah organisme tersebut berkontribusi terhadap keragaman pada komunitas lamun. Beberapa organisme hanya menghabiskan sebagian dari siklus hidupnya di padang lamun dan beberapa dari mereka adalah ikan dan udang yang mempunyai nilai ekonomi penting.

Padang lamun juga berfungsi sebagai stabilisator dasar perairan yang dapat mencegah erosi. Lamun memiliki akar yang padat sehingga vegetasi ini dapat memperlambat gerakan air akibat arus dan ombak sehingga menyebabkan perairan di sekitarnya tenang. Selain itu, rimpang dan akar lamun dapat menangkap sedimen yang meningkatkan stabilitas permukaan substrat dan menjadikan air lebih jernih. Selain itu, lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut, khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifitik.

Padang lamun juga berperan seperti hutan di daratan yang berperan dalam menyerap karbondioksida (CO2). Seperti tanaman darat lainnya, lamun memanfaatkan karbondioksida (CO2) untuk proses fotosintesa dan menyimpannya dalam bentuk biomasa. Hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI diketahui bahwa padang lamun dapat menyerap rata-rata 6,59 ton C/ha/tahun atau setara dengan 24,13 ton CO2/ha/tahun.

Bagi manusia, lamun menjadi suatu komoditas yang digunakan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun modern. Secara tradisional, lamun dimanfaatkan untuk pembuatan keranjang, sebagai atap rumbia, bahan kompos dan pupuk, serta dapat dimanfaatkan sebagai pengganti benang dalam membuat nitrosellulosa. Secara modern, lamun digunakan sebagai penyaring limbah, bahan untuk kertas, pupuk dan makanan ternak, serta sebagai bahan obat-obatan.

JENIS DAN PERSEBARAN LAMUN DI INDONESIA

Ada sekitar 63 jenis lamun yang tersebar di seluruh dunia. Dalam buku Status Padang Lamun Indonesia 2018 disebutkan terdapat 15 spesies lamun di perairan Indonesia, yang terdiri atas 2 suku dan 7 marga. Jenis lamun yang dapat dijumpai adalah 12 jenis, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Haludole pinifolia, Halodule uninervis, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Halophila minor, Halophila spinulosa, Syringodium iseotifolium, dan Thalassodendron ciliatum. Sementara tiga jenis lainnya, yaitu Halophila sulawesii merupakan jenis lamun baru yang ditemukan oleh Kuo (2007), Halophila becarii ditemukan herbariumnya tanpa keterangan yang jelas, dan Ruppia maritima yang dijumpai koleksi herbariumnya dari Ancol, Jakarta dan Pasir Putih, Jawa Timur.

Thalassodendron ciliatum merupakan spesies yang penyebarannya terbatas di wilayah Indonesia bagian timur. Selain itu terdapat dua spesies yang sebarannya lebih sempit dibanding spesies lainnya, yaitu Halophila spinulosa yang tercatat hanya di empat lokasi yaitu Kepulauan Riau, Anyer (Pulau Jawa), Baluran Utara (Besuki) dan Irian, serta H. decipiens yang tercatat di tiga lokasi yaitu Teluk Jakarta (Pulau Jawa), Teluk Motimoti (Sumbawa), dan Kepulauan Aru.

ANCAMAN TERHADAP LAMUN

Aktivitas antropogenik merupakan penyebab kerusakan yang cukup dominan pada ekosistem padang lamun. Kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan seperti menangkap ikan dengan potassium sianida telah berdampak pada menurunnya nilai dan kerapatan spesies lamun.  Pemanfaatan lamun secara berlebih untuk

Limbah pertanian, industri, dan rumah tangga yang dibuang ke laut juga berpengaruh pada masalah kesehatan ekosistem lamun. Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah industri dan pertumbuhan penduduk, diperkirakan sebanyak 60% lamun telah mengalami kerusakan.

Degradasi lamun juga disebabkan oleh meningkatnya laju pembangunan fisik seperti pembangunan pelabuhan, dermaga perikanan, dan pengembangan kawasan industri.

Faktor alami juga bisa berpotensi sebagai sumber ancaman bagi lamun. Bencana alam seperti badai, aktivitas gunung berapi, gelombang pasang, adanya hama dan penyakit, serta ledakan populasi biota pemakan lamun dapat menyebabkan terdegradasi.

Dampak nyata dari degradasi padang lamun mengarah pada menurunnya keragaman biota laut sebagai akibat hilang atau menurunnya fungsi ekologi dari ekosistem ini. Upaya rehabilitasi menjadi isu yang penting untuk dipikirkan bersama, seperti kegiatan transplantasi lamun pada suatu habitat yang telah rusak dan penanaman lamun buatan untuk menjaga kestabilan dan mempertahankan produktivitas perairan.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk menjaga kelestarian ekosistem lamun adalah dengan restorasi lamun. Ada tiga metode yang bisa untuk melakukan restorasi lamun yaitu: 1) Pembibitan/pembenihan, yang dilakukan dengan cara menyemaikan biji lamun; 2) Sprig dengan jangkar atau tanpa jangkar, dilakukan dengan cara mengambil lamun dan mengikatkannya pada patok atau pada framedan; dan 3) Plug (Azkab 1999), dilakukan dengan mengambil lamun beserta susbstratnya untuk ditanam di lokasi yang akan di restorasi.

 

Referensi:

Tangke, Umar. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi). Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan UMMU Ternate. Volume 3 Edisi 1.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pendataan Ekosistem Lamun. https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/4333-pendataan-ekosistem-lamun

Syukur, A., Wardianto, Y., Muchsin I., dan Kamal, M. M. 2017. Kerusakan Lamun (Seagrass) dan Rumusan Konservasinya di Tanjung Luar Lombok Timur. Jurnal Biologi Tropis. Volume 17 Nomor 2.

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top