PILI Dampingi Masyarakat Adat SAP Raja Ampat Jaga Laut

Yayasan Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) sebagai mitra pelaksana kegiatan Paket 6 COREMAP CTI-Bappennas, ICCTF dukungan World Bank, menggelar kegiatan pendampingan bagi masyarakat adat yang berdomisili di sekitaran wilayah Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Raja Ampat untuk menjaga laut.

Adapun kegiatan tersebut bertajuk ‘Berangkat dari Adat: Penguatan Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu – Provinsi Nusa Tenggara Timur dan SAP Kepulauan Raja Ampat – Provinsi Papua Barat’. Sementara kegiatan paket 6 ini, yaitu untuk memberikan kontribusi pada sub komponen penataan sumber daya pesisir pada masyarakat.

Program Manager Yayasan PILI Evi Indraswati mengungkapkan, kegiatan utama dimulai dari kajian kesiapan kelembagaan adat dan pemetaan partisipatif di dua lokasi untuk menentukan pilot site. Kemudian terpilih Kampung Mutus untuk perwakilan contoh Kelompok Masyarakat Hukum Adat (KMHA) di SAP Raja Ampat. “SAP Raja Ampat ada 5 kampung adat, dan Mutus salah satunya. Selain penentuan pilot site, kami juga melakukan pembentukan kelompok dan pendampingan kelompok, sebagai bentuk akses dukungan program ini kepada masyarakat adat yang tergabung dalam kelompok usaha perikanan. Mulai dari kelompok perikanan tangkap, kelompok budidaya, kelompok pengolahan hasil perikanan, dan kelompok pengawasan,” ujar Evi.

Ia menambahkan, untuk mendukung perlindungan KMHA di tingkat kabupaten, juga telah dibentuk forum diskusi dan melahirkan SK panitia KMHA, yang ditandatangani Bupati Raja Ampat pada Agustus 2021. “Kebutuhan panitia KMHA ini menjawab edaran Kemendagri, untuk mempercepat proses pengakuan dan perlindungan KMHA di tingkat daerah yaitu kabupaten. Di Raja Ampat, kekayaan ragam suku sebagai bentuk keragaman adat cukup kental, hanya saja pada praktek perlindungan dan pengakuan masih belum optimal,” ucap Evi.

Dari keseluruhan program yang dijalankan Yayasan PILI, Evi berharap, pemerintah daerah bisa melanjutkan proses pengakuan dan perlindungan KMHA, dengan identifikasi dan verifikasi KMHA yang ada di SAP Raja Ampat. “Membuat kebijakan perlindungan dan pengakuan KMHA ini bisa operasional, untuk mendukung KMHA yang ada,” tutur Evi.

Sebagai rangkaian akhir kegiatan yayasan PILI di SAP Raja Ampat, salah satunya dukungan kebijakan daerah untuk identifikasi dan verifikasi wilayah kampung adat (berbasis tenurial system, red), maka dilakukan pemetaan wilayah kampung dan batas mencari ikan di periaran SAP Raja Ampat. Hal tersebut, lanjut Evi, dilakukan dengan cara diskusi 3 Batu 1 Tungku yang menghadirkan perwakilan 5 kampung. “Kegiatan pemetaan ini juga diperlukan untuk mendukung usulan wilayah KMHA, yang merupakan tugas POKJA KMHA SAP Raja Ampat yang telah ada SK Bupatinya bersamaan dengan SK Panitia KMHA disahkan,” tukas Evi sembari menambahkan, kegiatan FGD tersebut dilakukan pada tanggal 25 Januari 2022, yang diawali dengan pemetaan keliling kampung pada 22-23 Januari 2022.

Suasana pendampingan pembuatan kebun karang di Kampung Mutus (Foto: Asep Abdullah)Suasana pendampingan pembuatan kebun karang di Kampung Mutus (Foto: Asep Abdullah)

Tak hanya itu, Evi menerangkan, pihaknya juga melakukan kegiatan pendampingan pada 8 kelompok KMHA di Kampung Mutus. Antara lain budidaya kerapu, pelatihan kebun karang, pembuatan garam, dan sosialisasi serta proses sertifikasi produk olahan perikanan dari berbagai pihak. “Rangkaian kegiatan ini merupakan implementasi rencana pengelolaan perikanan berkelanjutan, yang sudah dibuat dokumennya secara partisipatif oleh semua kelompok, dan saat ini dalam proses review. Kegiatan pelatihan dilakukan pada 24-26 Januari 2022 di Kampung Mutus,” jelasnya.

Rangkaian pendampingan kali ini, kata Evi lagi, dilaksanakan dengan melibatkam seluruh kelompok. “Salah satunya,pelatihan kebun karang yang merupakan wujud pemulihan ekosistem laut di sekitar kampung. Kegiatan ini memotivasi kelompok untuk bisa lebih jauh berfikir kedepan merawat laut, yang dikerjakan dan dipantau sendiri ke depannya. Harapannya stok ikan bisa lebih banyak dan kesadaran untuk menjaga kelestarian laut semakin baik,” ungkapnya.

“Begitu juga pelatihan pembuatan garam yang menjadi pendukung utama produksi ikan asin. Selama ini membeli garam hingga ke Sorong dengan ongkos Rp 5 ribu per 1 plastik 100 gram. Jika garam bisa diproduksi sendiri, maka modal untuk produksi jauh lebih minimalis dengan kualitas yang lebih terjaga, dikarenakan pembuatan garam bisa terpantau kebersihannya,” sambung Evi.

Evi juga menjelaskan, bahwa ikan memang tidak bisa dilarang pergi ke wilayah perairan mana saja, tetapi mereka akan hadir di kondisi ekosistem yang baik dengan terumbu karang yang masih baik juga. “Begitu pula wilayah mata pencarian merupakan simbol ‘piring makan bersama’, untuk bisa dimanfaatkan secara baik hingga anak cucu. Besar harapan kami, masyarakat adat bisa hadir dan membagikan pengetahuannya yang luar biasa soal laut, sebagai sumber penghidupan mereka (anak cucu, red) masa kini dan masa mendatang,” pungkasnya.

Sejak awal kegiatan PILI dikerjakan dari mulai perencanaan hingga evaluasi, semuanya dilakukan oleh Panitia/Pokja KMHA di tingkat kabupaten. Adapun para anggota inti Pokja KMHA, antara lain Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Satker Raja Ampat, Dinas Perikanan Raja Ampat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Raja Ampat melalui Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD), Dinas Kesehatan Raja Ampat, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Universitas Papua, Bappeda Raja Ampat, serta dinas lainnya.

 

Oleh : Inggrid / Zona Papua

(https://www.zonapapua.com/pili-dampingi-masyarakat-adat-sap-raja-ampat-jaga-laut/)

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top