Hari Pengurangan Risiko Bencana: Hubungan Erat Kesenjangan dan Bencana

Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan tsunami dapat menimpa siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Tak hanya bencana alam, krisis ekonomi, inflasi, gangguan rantai pasokan, dan krisis energi juga termasuk bencana yang sewaktu-waktu dapat menghampiri.

Hari Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (International Day for Disaster Risk Reduction)  hadir sebagai kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya bencana. Diperingati setiap tanggal 13 Oktober, hari Pengurangan Resiko Bencana (PRB) diharapkan mampu mendorong masyarakat dan pemerintah untuk lebih sadar dan mampu untuk mencegah dan mengurangi risiko dan kerugian bencana.

Hari PRB awalnya diperingati setiap Rabu kedua di bulan Oktober. Pada 2002, resolusi lebih lanjut dari Majelis Umum PBB memutuskan untuk mempertahankan upaya pengurangan dampak dan mitigasi bencana alam global dengan membuat hari peringatan internasional yang diperingati setiap tahun. Dan pada tahun 2009, Majelis Umum PBB menetapkan 13 Oktober sebagai Hari Pengurangan Bencana Alam Internasional.

Tema Tahun Ini

Tema Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional tahun 2023 selaras dengan Kerangka Sendai, yaitu perjanjian internasional untuk mencegah dan mengurangi kerugian jiwa, mata pencaharian, perekonomian, dan infrastruktur dasar. Pada tahun 2023, Hari Internasional mengambil tema Fighting Inequality For A Resilient Future dan akan mengeksplorasi hubungan timbal balik antara bencana dan kesenjangan.

Kemiskinan dan Bencana

Kemiskinan dan bencana akan saling mempengaruhi. Sederhananya, masyarakat dengan tingkat kemiskinan tinggi kesulitan untuk mengakses layanan, seperti keuangan dan asuransi, yang menyebabkannya menjadi kelompok paling berisiko terkena bahaya bencana,  sementara dampak bencana memperburuk kesenjangan dan mendorong kelompok tersebut semakin terjerumus ke dalam kemiskinan.

Di dalam suatu negara atau komunitas, kesenjangan mempunyai pengaruh yang sama dalam menentukan siapa saja yang terkena dampak bencana. Masyarakat miskin lebih cenderung tinggal di daerah yang rawan bahaya dan kurang mampu bersiap dalam upaya pengurangan risiko.  Masyarakat yang lebih kaya cenderung terlindungi oleh asuransi, aset yang lebih besar, dan kapasitas untuk bertahan hidup. Di sisi lain, masyarakat yang lebih miskin sering kali bergantung pada dana mereka sendiri, yang dapat membuat mereka semakin miskin dan menghambat kemampuan mereka untuk bangkit kembali dari bencana.

Penelitian yang dilakukan beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat miskinlah yang paling menderita akibat bencana. Dari tahun 1970 hingga 2019, PBB menemukan bahwa 91% dari seluruh kematian akibat bahaya cuaca, iklim, dan air terjadi di negara-negara berkembang. Sementara itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa sekitar 75% peristiwa cuaca ekstrem saat ini berkaitan dengan perubahan iklim, dipicu oleh emisi karbon.

Kesenjangan Tak Berujung

Bagai lingkaran setan, bencana bisa disebabkan oleh masyarakat golongan bawah karena kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai pencegahan bencana, begitu juga kemiskinan yang bisa disebabkan oleh bencana karena rusaknya aset dan lapangan pekerjaan. Jika sudah terjadi, kesenjangan akan semakin terasa dan semakin jauh.

Ketidak-sanggupan masyarakat kelas bawah membuat mereka memilih untuk bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti banjir dan longsor karena harga tanah yang murah. Sehingga ketika bencana terjadi, aset-aset seperti rumah hancur dan mereka kesulitan bekerja untuk menutupi biaya kerusakan. Ditambah lagi mereka tidak memiliki kemampuan untuk memitigasi atau melindungi diri dari bencana.

Selain itu, masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kurang mengetahui mengenai pengelolaan lingkungan yang baik karena mereka terhimpit oleh kebutuhan hidup. Sehingga cara-cara instan kerap diambil untuk pemenuhan kebutuhan seperti mengambil langsung dari alam tanpa pertimbangan efek yang akan ditimbulkan. Jika sudah seperti ini, bencana bisa terus terjadi dan kembali menimpa mereka, sementara mereka masih terpuruk dalam kemiskinan tanpa mampu keluar dari kondisi tersebut.

Jika tidak ada perbaikan atau pemutus rantai, siklus itu akan terus terulang dan tidak berubah. Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama berupaya untuk memutus siklus bencana > meningkatnya kesenjangan > terulang kembali.

Langkah-langkah Perbaikan

Melalui peringatan Hari PRB ini, diharapkan menjadi alarm bagi berbagai negara dan seluruh masyarakat bahwa risiko bencana itu nyata dan harus dihindari. Negara-negara harus terlibat, membangun kapasitas dan memberdayakan kelompok-kelompok dalam seluruh proses pengambilan keputusan PRB. Negara-negara harus memastikan bahwa kelompok yang paling berisiko, termasuk perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas, diikutsertakan.

Pengelolaan tata ruang harus lebih diperhatikan oleh negara. Pastikan ada aturan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Pemberian informasi pada masayarakat terutama yang tinggal di daerah rawan bencana mengenai tindakan mitigasi dan pengurangan risiko bencana. Pemerintah juga harus meningkatkan ketersediaan dan akses ke sistem peringatan dini multi-bahaya dan informasi serta penilaian risiko bencana kepada orang-orang.

 

Referensi :

Iddrr.undrr.org (UNDRR (united nation disaster risk reduction))

https://iddrr.undrr.org/learn#:~:text=Theme%20of%20the%20Day%3A%20Fighting%20inequality%20for%20a%20resilient%20future&text=The%20Sendai%20Framework%20complements%20the,relationship%20between%20disasters%20and%20inequality.

Media Indonesia

https://mediaindonesia.com/humaniora/139452/bencana-dan-kemiskinan-saling-berkaitan

Scroll to Top